Powered By Blogger

Rabu, 10 Desember 2014

FRAUD ACCOUNTING MULTITATERAL LUAR NEGERI

    “FRAUD” DALAM INDUSTRI ASURANSI: SUATU TINJAUAN HUKUM
    Dalam suatu riset yang dilakukan oleh beberapa dokter di Jerman terhadap negara-negara maju mengungkapkan bahwa kecurangan dalam perawatan kesehatan merupakan sumber yang paling potensial yang dapat merugikan perusahaan asuransi khususnya asuransi kesehatan. Kecurangan dilakukan dengan kesengajaan yang bermaksud untuk mendapatkan keuntungan atas perbuatan tersebut. Di Amerika Serikat industri asuransi kesehatan mengalami kerugian mencapai ratusan juta dolar dalam setahun yang ditimbulkan oleh perbuatan curang tersebut, yang apabila diestimasikan kalangan industri asuransi di Amerika mengalami kerugian antara 3 –7% dalam satu tahun akibat perbuatan ini.

    Berdasarkan data dari Coalition Againts Insurance Fraud pada tahun 2006 Amerika Serikat, kerugian terbesar industri asuransi di Amerika menimpa asuransi kesehatan, dimana kerugian mencapai US$54 miliar kemudian asuransi kendaraan menduduki posisi kedua dengan tingkat kerugian sebesar US$13,5 miliar, lalu disusul asuransi bisnis/komersial sebesar US$10 miliar, dan kerugian asuransi rumah sekitar US$2,5 miliar. Sedangkan Global Head of Insurance Practice Financial Insights Barry Rabkin dalam kajian risetnya mengungkapkan kecurangan telah menyebabkan industri asuransi di Amerika serikat mengalami kerugian sekitar US$80 miliar per tahun. Insurance fraud merupakan suatu tindak pidana yang melanggar hukum terhadap perusahaan asuransi dengan tujuan mendapatkan keuntungan finansial secara tidak sah dari penutupan suatu resiko.

    Ada beberapa faktor penyebab yang memungkinkan terjadinya fraud antara lain:
1. Kebutuhan (need) dimana situasi pemegang polis dan/atau tertanggung sebelum terjadinya kerugian sedang mengalami kesulitan keuangan;
2. Kesempatan (opportunity) misalnya sebab kerugian yang tidak dapat ditelusuri atau ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang polis dan/atau tertanggung untuk mengajukan kaim fiktif;
3. Keserakahan (greed).
Dalam prakteknya pertanggungan asuransi merupakan perjanjian dengan unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan memberikan segala keterangan dengan baik dan benar. Dilain pihak tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya tersebut merupakan dasar dari asas kejujuran, yang merupakan asas yang sangat penting dalam setiap perjanjian pertanggungan, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian untuk menghindari terjadinya kecurangan asuransi.

    Dewasa ini asas kejujuran sempurna lebih dikenal dengan sebutan principle of utmost good faith atau uberrimae fidei. Good faith secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai itikad baik. Dengan demikian utmost good faith dapat diterjemahkan sebagai itikad baik yang sebaik baiknya/sempurna.

    Sebenarnya secara umum asas itikad baik dan kejujuran sempurna dapat diartikan bahwa masing-masing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati demi hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi yang selengkap-lengkapnya, yang akan dapat mempengaruhi keputusan pihak yang lain untuk memasuki perjanjian atau tidak, baik keterangan yang demikian itu diminta atau tidak. Istilah fraud (Inggris) atau fraude (Belanda) sering diterjemahkan sebagai bentuk perbuatan curang terhadap asuransi (insurance fraud) sebenarnya sudah diantisipasi dalam Pasal 251 KUH Dagang, yang menyatakan:
“Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifat demikian rupa, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal”.

    Dalam tatanan hukum Indonesia tindak pidana curang (fraud) terhadap perusahaan asuransi yang diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dipersamakan dengan tindak pidana penipuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 381 dan Pasal 382 KUHP.
Pasal 381:
“Barangsiapa dengan akal dan tipu muslihat menyesatkan orang menanggung asuransi tentang hal ikhwal yang berhubungan dengan tanggungan itu, sehingga ia menanggung asuransi itu membuat perjanjian yang tentu tidak akan dibuatnya atau tidak dibuatnya dengan syarat serupa itu, jika sekiranya diketahuinya keadaan hal ikhwal yang sebenarbenarnya, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan”.
Pasal 382
“Barangsiapa dengan maksud akan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, sedang hal itu merugikan yang menanggung asuransi atau orang yang dengan syah memegang surat penanggungan barang di kapal, membakar atau menyebabkan letusan dalam sesuatu barang yang masuk asuransi bahaya api, atau mengaramkan atau mendamparkan, membinasakan, atau merusakkan sehingga tanpa dapat dipakai lagi kapal (perahu) yang dipertanggungkan atas atau yang muatannya atau upah muatannya yang akan diterima telah dipertanggungkan atau yang untuk melengkapkan kapal (perahu) itu, orang sudah meminjamkan uang dengan tanggungan kapal (perahu) itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun”.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, dapat dilihat bahwa fraud atau kecuranganmemiliki empat Kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:
1. tindakan tersebut dilakukan oleh pelaku secara sengaja;
2. adanya korban;
3. korban menuruti kemauan pelaku;
4. adanya kerugian yang dialami oleh korban
Bentuk Kecurangan Dan Penyalagunaan Dalam Industri Asuransi
Berdasarkan sifatnya, penulis membagi bentuk kecurangan asuransi kedalam dua kategori yaitu:
a. Menyembunyikan fakta material (misrepresentation material fact)
b. Klaim palsu (false claim)
Menyembunyikan Fakta Material (misrepresentation material fact)
Pengungkapan fakta-fakta yang material dengan sejujur-jujurnya merupakan suatu kewajiban yang mutlak yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak dalam suatu perjanjian pertanggungan.
    kasus:
Klaim meninggal dunia yang terjadi di Medan dan Jambi. Tertanggung dan atau pemegang polis pada saat penutupan polis (usia polis 6 bulan) oleh salah-satu perusahaan asuransi di Indonesia tidak mengungkapkan fakta dengan sebenarnya. Tertanggung dan atau pemegang polis menyatakan bahwa tidak pernah memiliki suatu penyakit, dan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun tidak pernah melakukan tindakan operasi.

Setelah kami melakukan investigasi, diketahui ternyata tertanggung dan atau pemegang polis telah lama mengidap penyakit CA Gaster Residif dan Hepatoma (kanker lambung), menurut ketarangan dokter yang merawat, tertanggung dan atau pemegang polis pertama sekali terdeteksi mengidap kanker lambung sejak 1 (satu) tahun sebelum tertanggung dan atau pemegang polis melakukan penutupan polis. Dan celakanya lagi tertanggung dan atau pemegang polis telah menjalani tindakan operasi atas penyakitnya tersebut.

analisis kasus Dalam kasus tersebut kami menarik suatu kesimpulan bahwa pada saat penutupan
asuransi si tertanggung dan atau pemegang polis tidak mengungkapkan fakta material yang sebenarnya dengan jujur bahwa dirinya mengidap suatu penyakit yang berbahaya, yang apabila penyakit tersebut diungkapkan maka akan mempengaruhi pertanggungan, oleh karenanya sesuai dengan pasal 521 KUH Dagang pertanggungan menjadi batal. Pelaku kecurangan dalam dalam penyembunyian fakta material (misrepresentation material fact) ini adalah agen, pemegang polis, ahli waris dan dokter.http://muslih-pangeran2000.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar